Aku selalu
mendambakan sebuah keluarga yang utuh. Ada ayah, ibu, dan kita. Sayangnya
kini kau tak lagi termasuk dalam lingkaran itu. Perlahan tapi pasti, kau mulai
membuat sebuah jarak. Kau mencoba mencari kebahagiaan yang lain, tanpa kami.
Aku benci mengakuinya, tapi kami pun dapat terus mengecapi kebahagiaan, dapat
terus tersenyum, dapat tetap tertawa bahkan tanpa ada kau sekalipun di
sini‼
Aku tahu,
ayah dan ibu diam-diam menangis tiap tersebut namamu dalam doa mereka. Mencoba
tersenyum meski dapat terlihat jelas ada kekecewaan di mata mereka. Tentu saja,
salah satu belahan jiwa mereka ada di tempat yang jauh. Aku merasa begitu
bodoh karena berpura-pura tuli dan buta akan keadaan. Tuhan, aku ingin semua
menjadi baik-baik saja…
Meski
tanpa bicara, kami ingin kau kembali
Meski
tanpa air mata, kami menangis mendapati jejakmu yang makin menjauh
Ada
luka tak kasat mata yang membuatku perih
Terasa
sesak saat mengucapkan kata perpisahan
Seandainya
saat itu aku bisa memelukmu, agar kau tetap ada di sini
Kenapa
memilih pergi??‼ padahal kita adalah satu
Kenapa
mencari kebahagiaan terlampau jauh??‼
Kau
tidak merasa bahagia bila kita bersama??
Tahukah kamu,
mereka selalu mendoakan kebaikan padamu. Dimanapun kau berada, berharap Tuhan
selalu melebihkan rizki untukmu. Mereka selalu membanggakanmu bahkan di saat
kau mencoba pergi menjauh, agar kau tetap bersinar di mata orang lain…
Sebuah jeritan hati yang tertahan di lidah
tanpa mampu bersuara
“ Kakak, aku sayang kamu. Kelak jika hatimu luluh, kembalilah.”